"Ekspresi dan Lembaga Keagamaan Di Indonesia"
Oleh: Rusnawati Sani
1. Latar
Belakang
Agama islam
merupakan agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Banyak hal
yang diajarkan dalam agama islam, mulai dari cara berpakaian, hubungan timbal
balik antar sesama manusia, cara beribadah kepada Allah SWT dan lain sebagainya
yang secara keseluruhan mengajarkan mengenai kebaikkan dan kebahagiaan. Orang
muslim – begitulah sebutan bagi penganut agama islam – memiliki tempat ibadah
yang bernama masjid dimana setiap muslim dapat mendekatkan diri dengan tuhan –
Nya yaitu Allah SWT. Namun, permasalahannya sesuai dengan perkembangan zaman,
terdepat banyak hal yang telah merubah pandangan serta tingkah laku masyarakat
muslim Indonesia terutama dikalangan remaja.
Remaja merupakan
generasi penerus yang harus dijaga dan dibimbing untuk hal yang baik namun
akibat banyaknya pengaruh dari luar yang masuk kedalam negeri, baik itu
pengaruh positif bahkan mungkin negatif sehingga nilai-nilai agama sedikit demi
sedikit mulai luntur. Perlahan-lahan minat mereka mengenai hal-hal yang berbau
islamipun pudar. Mulai dari cara berpakaian yang berbeda, lagu favorit, bacaan
yang sedikit demi sedikit meninggalkan Al-Qur`an yang merupakan kitab sucinya,
kelembagaan, kurangnya minat untuk beribadah ke masjid serta tingkat kerajinan
ibadah seperti sholat mereka yang menurun . Oleh karena itu, dalam laporan
penelitian ini peneliti mencoba untuk mengkaji berbagai macam masalah yang
telah peneliti sebutkan diatas.
2. Metode
Penelitian
Metode
penelitian yang digunakan adalah kualitatif berupa observasi langsung dan juga
wawancara. Metode kualitatif merupakan metode yang berupa narasi, cara
berpikirnya induktif, desain fleksibel/luwes dan lain sebagainya.
Lokasi
penelitian adalah di UIN Syarif Hidayatullah dan juga di kawasan Pondok Cabe
Ilir. Karena UIN Syarif Hidayatullah merupakan Universitas dimana terdapat
remaja – remaja yang muslim dan muslimah baik dari luar maupun dalamnya, dan di
daerah Pondok Cabe Ilir merupakan kawasan pemukiman warga yang mayoritas
warganya sangat kuat dalam memeluk agama islam.
Teknik Pengambilan Data :
a. Observasi
Langsung
b. Wawancara
3.
Kerangka Teori
Teori Konstruktivisme
Konstruktivisme
adalah perspektif terbaru dalam Studi Hubungan Internasional. Konstruktivisme
merupakan perspektif alternatif yang menawarkan penjelasan yang berbeda dari
perspektif utama dalam Hubungan Internasional. Ketika Perang Dingin berakhir,
neorealist sebagai perspektif utama dalam Hubungan Internasional tidak bisa
menjelaskan fenomena tersebut. Konstruktivis yang berakar dari disiplin ilmu
Sosiologi menjadi salah satu perspektif yang dipinjam oleh Hubungan
Internasional untuk menjelaskan berakhirnya Perang Dingin. Berakar dari
pemikiran Emile Durkheim dan Max Weber, Konstruktivis berfokus pada kekuatan
ide yang menjadi kesepakatan bersama. Asumsi dasarnya adalah bahwa ide
membentuk realitas. Karena itu realitas bukan hal yang bersifat objektif dan
terpisah dari pengamat. Maka dari itu realitas sosial adalah sebuah konstruksi
sosial yang intersubjektif. Dari
asumsi di atas maka suatu sistem internasional adalah sebuah ciptaan manusia.
Manusia mempunyai ide bahwa di atas negara terdapat sistem internasional. Ide
tersebut menjadi suatu kebenaran yang intersubjektif. Maka dari itu sistem
internasional tidak dibentuk oleh materi tapi dibentuk oleh ide. Ide tersebut
mencakup sistem norma dan pemikiran. Pada dasarnya terdapat pluralitas ide. Ide
itu menjdai berbeda di setiap masyarakat dan waktu tertentu. Maka dari itu
tidak ada kebenaran yang bersifat universal. Kalaupun ada maka kebenaran itu
adalah subjektifitas yang sama antar pengamat. Jika suatu realitas – sistem –
dibentuk oleh ide, maka realitas jug adapt dirubah dengan cara ide atau
pemikiran yang baru mengenai sebuah realitas.
Terjadi perbedaan antara Rasionalis dan Konstruktivis dalam memandang sebuah
fenomena. Rasionalis memandang fenomena melalui logika konsekuensi. Seorang
actor akan mempertimbangkan untung rugi dalam mengambil sebuah tindakan atau
beraksi atas lingkungan. Sedangkan Konstruktivis akan memandang sebuah fenomena
dengan logika kelayakan. Seorang actor akan bertindak sesuai dengan konstruksi
sosial yang membentuk identitas mereka. Hal ini menimbulkan kerancuan apabila
identitas itu mengendalikan logika konsekuen seorang actor. Karena pada
dasarnya kedua logika di atas dapat berlangsung secara sekaligus.
Konstruktivis mengkritik positivis dengan aspek ontologis, epistimologis, dan
metodologis. Secara ontologis, konstruktivis melihat bahwa realitas bukan
berada di luar pengamat. Realitas sosial dikonstruksi oleh masyarakat. Secara
epistimologis, pengamat bukan bersikap pasif terhadap realitas, namun terdapat
ide atau pemikiran yang telah dikonstruksi masyarakat ketika menganalisis
sebuah fenomena. Secara metodologis, konstruktivis menkritik empirisisme yang
diajukan positivis. Karena setiap kelompok masyarakat di waktu dan tempat
tertentu mempunyai ide an konstruksi pikiran yang berbeda-beda, maka tidak ada
universalitas kebenaran.
4.
Hasil Penelitian:
4.1 . Pandangan
Pakaian Atau Style Muslimah Pada Remaja Di zaman Sekarang
Peneliti telah
mewawancarai 7 orang narasumber, diantaranya 4 orang mahasiswi, 1 orang mahasiswa dan 2 orang pelajar sekolah
menengah akhir atau SMA. Peneliti telah mewawancarai narasumber tersebut
mengenai “Pandangan Pakaian atau Style Muslimah Pada Remaja Di Zaman Sekarang”.
Hampir semua narasumber yang di wawancarai oleh peneliti mengatakan bahwa
mereka mulai mengenakan hijab atau jilbab saat mereka duduk di bangku sekolah
menengah pertama atau sejenjang dengan madrasah tsanawiyah atau sejenjang
dengan pesantren. Mereka mengatakan bahwa style muslimah pada remaja di zaman
sekarang terdapat hal – hal yang berupa positif dan juga negatif. Mayoritas
dari mereka mengatakan hal yang positif dapat dilihat bahwa kini muslimah lebih
dapat di pandang atau di hargai dan juga dapat terlihat menarik, karena
banyaknya style yang membuat mereka dapat tampil beda dan juga cantik. Sedangkan
sisi negatifnya adalah tidak semua style muslim yang sekarang benar – benar
dapat menutupi auratnya secara syariat islam. Seperti halnya pakaian yang
terlalu ketat, kemudian hijab atau kerudung yang tidak menutupi bagian dada
seorang muslimah meskipun pada akhirnya banyak orang yang mulai menggunakan
hijab dikarenakan model atau stylenya yang beragam. Sungguh disayangkan memang,
suatu perbuatan yang awalnya baik namun tidak disertai dengan niat yang tulus
dan ikhlas maka akan menjadi sia-sia belaka. Salah satu narasumber mengatakan
bahwa awalnya orang tuanya lah yang menyuruhnya mengenakan hijab, dia merasa
tidak nyaman dan tidak dapat leluasa, namun kini setelah di jalani dengan
keikhlasan akhirnya dia dapat merasakan nyaman mengenakannya dan Alhamdulillah
sampai sekarangpun masih mengenakan hijab dan insyaallah kedepannya pun akan
mengenakan hijab. Serta yang lainnya, mengatakan bahwa awalnya kebanyakan dari
mereka bersekolah di sekolah islam sehingga memang menuntut mereka untuk
berpakaian islami, meski terdengar secara paksa, namun seiring dengan
berjalannya waktu mereka menyadari bahwa akan ada banyak manfaat yang
didapatkannya.
Namun, meskipun begitu
dari ke 5 remaja muslimah dan 1 orang remaja muslim mengatakan bahwa mereka lebih
menyukai style muslimah yang ada di zaman sekarang ini karena style muslimah
yang ada di zaman sekarang lebih bagus dan juga keren di banding dengan style
muslim yang lama. Selain itu, karena zaman semakin lama semakin berkembang,
menurut mereka tidak ada salahnya kalau style muslimahpun berkembang sesuai
dengan zamannya. Sedangkan 1 remaja muslimah diantaranya lebih menyukai style
muslimah yang lalu, karena menurutnya style muslimah yang lalu lebih nyaman
ketika di kenakan dan lebih dapat menutupi semua auratnya dengan hampir
sempurna.
Kejadian tersebut
sejalan dengan teori konstruktivisme weber dimana pendekatan yang digunakan
oleh konstruktivisme adalah hermeneutik. Hermeneutik berarti makna (meaning) merupakan
sesuatu yang tersembunyi dalam pikiran dan harus diekstraksi ke permukaan
melalui refleksi yang mendalam.
Kita dapat menganalisiskan mengenai makna atau hermenutik
dalam penelitian ini yang muncul dalam bentuk nilai yang berupa keyakinan atau
komitmen mereka bahwa mereka pada dasarnya mengetahui hijab yang seharusnya
mereka kenakan yaitu hijab yang dapat menutupi seluruh anggota tubuh mereka
kecuali tangan dan wajah mereka dan dalam hal ini mereka menyetujui mengenai
style muslimah yang telah berkembang pada zaman sekarang ini karena memang
sesuatu yang berkembang atau mengalami perubahan kearah yang positif merupakan
hal yang jauh lebih baik dibandingkan dengan sesuatu yang tidak mengalami
perubahan apapun.
4.2. Remaja Dalam
Mendengarkan Ayat-ayat Suci Al-Qur`an Dengan Mendengarkan Lagu-Lagu Barat.
Peneliti
telah mewawancarai 3 narasumber, diantaranya 1 orang mahasiswa, 1 orang lainnya adalah
mahasiswi dan 1 orang lagi adalah siswi pelajar SMA. Hasil wawancara mengenai “Remaja
Dalam Mendengarkan Ayat-ayat Suci Al-Qur`an Dengan Mendengarkan Lagu-Lagu
Barat.” bahwa mereka lebih sering mendengarkan lagu – lagu atau musik barat
dibandingkan dengan ayat – ayat suci al – qur`an, karena mereka beranggapan
bahwa musik atau lagu – lagu barat itu lebih memiliki alunan atau nada yang
menarik, dan pada dasarnya lagu tersebut adalah sebuah hiburan semata yang dapat
membuat pikiran menjadi fresh dengan tugas – tugas ataupun masalah lainnya.
Selain itu, mendengarkan musik mereka anggap hanya sebagai hobi mereka saja,
dimana apabila segala sesuatu yang dilakukan sesuai dengan hobi atau
kesukaannya maka akan lebih mudah untuk dilaksanakan. Sedangkan al – qur`an
merupakan kitab suci umat muslim yang seharusnya lebih baik di baca dibandingkan
dengan mendengarkannya saja, dan mereka mengatakan dengan jujur bahwa untuk
menghafal al – qur`an masih sangatlah berat kalau tidak karena tugas dari dosen
ataupun alasan lainnya. Salah satu narasumber mengatakan bahwa untuk dapat
menghafalkan lagu, dia membutuhkan waktu sekitar kurang lebih 2 hari saja.
Namun, untuk dapat menghafalkan al – qur`an, tergantung dari seberapa panjang
ayat yang akan dihafalkannya. Jika pendek, dia akan dapat menghafalnya seharian
tapi jika panjang menurutnya dia akan dapat menghafalkannya berbulan – bulan.
Sebagaimana yang
dikatakan weber dalam teori konstruktivisme bahwa setiap individu membangun
versi unik dari realitas berdasarkan pengalaman yang sama, namun dimaknai
berbeda tergantung pengalaman dan pengetahuan individu sebelumnya. Dalam hal
ini kita dapat menganaliskan bahwa makna dari penelitian ini adalah sejak kecil
mereka sudah diperkenalkan mengenai al-qur`an yang digunakan sebagai kitab suci
mereka yang harus mereka baca dan pahami sehingga ketika mereka harus
mendengarkan ayat – ayat suci al-qur`an layaknya sebuah lagu ataupun musik maka
akan terdengar asing, dalam artian alunan – alunan atau nada – nada yang biasa
diperdengarkan dalam ayat – ayat suci al-qur`an tersebut lebih monoton dan
tidak semenarik lagu – lagu barat tersebut begitupun sebaliknya.
4.3.
Remaja Dalam
Melaksanakan Shalat Fardu Dan Shalat Sunnah.
Peneliti
telah mewawancarai 5 orang narasumber, 3 diantaranya adalah mahasiswi dan 2 diantaranya
merupakan pelajar SMA, mengenai “Remaja Dalam Melaksanakan Shalat Fardu Dan
Shalat Sunnah”. Menurut mereka shalat fardu merupakan kewajiban setiap orang
muslim yang apabila ditinggalkan mendapatkan dosa dan apabila dikerjakan
pastinya akan mendapat pahala, sedangkan shalat sunnah merupakan hal yang tidak
wajib dikerjakan namun apabila dikerjakan pasti akan mendapat pahala. Beberapa
dari mereka telah melaksanakan shalat fardunya dengan penuh, namun masih belum
dapat melaksanakan shalat dengan tepat waktu dikarenakan salah satunya adalah
faktor waktu seperti saat mereka sedang berada dijalan, sedang ada kelas, dan
lain sebagainya. Beberapa sisanya dari mereka masih belum dapat melaksanakan
shalat fardunya dengan penuh. Banyak alasan yang mereka kemukakan salah satu
akar permasalahannya adalah rasa malas. Shalat fardu yang sering mereka
lewatkan adalah shalat subuh dan juga isya. Karena ketika datang waktu untuk
shalat subuh terkadang mereka masih terlelap sedangkan ketika datang waktu isya
merekapun sudah terlelap sehingga sering terlewatkan.
Mengenai
shalat sunnah, 3 diantara narasumber telah melaksanakan shalat sunnahnya dengan
rutin salah satu shalat sunnah yang rutin mereka laksanakan yaitu shalat sunnah
dhuha. Sedangkan 2 diantaranya masih belum dapat melaskanakan shalat sunnahnya.
Mereka yang sudah dapat melaksanakan shalat sunnah dhuha dengan rutin merasa
bahwa semenjak mereka melaksanakan shalat sunnah tersebut, pikiran mereka
semakin aktif dan jernih. Selain itu, membuat mereka lebih semangat lagi untuk
beraktifitas. Sedangkan mereka yang belum dapat melaksanakan shalat sunnah, mengatakan
bahwa shalat wajib saja mereka masih sulit untuk dikerjakan apalagi shalat
sunnah, oleh karena itu mereka ingin memperbaiki shalat wajibnya terlebih
dahulu baru setelah itu shalat sunnah.
Sejalan
dengan teori konstruktivisme weber, kita dapat menganalisiskan makna dalam penelitian
ini dapat dilihat bahwa mereka telah mengetahui arti dari wajib dan sunnah itu
sendiri, namun sebagian dari mereka masih sulit untuk melaksanakannya. Dalam
teori konstruktivisme lebih menekankan kepada individu yang memiliki perbedaan
presepsi, dan dalam penelitian ini hal itu ditunjukkan dari mereka yang belum
dapat melaksanakan shalat wajib secara penuh dikarenakan rasa malas bukan
berarti mereka harus menuruti rasa malas tersebut sehingga akan terus – terusan
mengulangi hal yang sama.
4.4.
Masjid Yang Sepi
Akan Jama`ahnya.
Peneliti telah
mewawancarai 2 orang narasumber yang memiliki tempat tinggal dekat dengan
sebuah masjid di daerah Pondok Cabe Ilir. Narasumber yang pertama merupakan
seorang remaja yang sering melangkahkan kakinya untuk beribadah atau shalat di
masjid tersebut, sedangkan narasumber yang kedua merupakan seorang remaja yang
sebaliknya. Ketika peneliti menanyakan mengenai penyebab masjid yang cukup
besar tersebut tampak terlihat sepi. Jawaban dari kedua narasumber hampir sama,
yaitu karena banyak dan beragamnya aktifitas seseorang yang menyebabkan orang
tersebut tidak memungkinkan untuk dapat shalat di masjid. Narasumber pertama
mengatakan bahwa biasanya masjid tersebut dapat dipadati oleh jama`ahnya ketika
shalat jum`at dan hari – hari besar islam saja seperti shalat pada hari raya
idhul fitri dan lain sebagainya. Dia mengatakan bahwa orang yang shalat
dimasjid tiap harinya sangat sedikit bahkan dapat dihitung dengan jari yaitu
sekitar 10 sampai 15 orang saja, hal itu sangat sedikit untuk ukuran masjid
yang cukup besar. Narasumber tersebutpun heran, padahal masjid itu sudah nyaman
dengan adanya taman di samping masjid, kemudian lapangan yang cukup luas
meskipun tempat untuk mengambil wudhunya sedikit kotor dan beraroma tak sedap,
namun dirasa hal itu tidak dapat menjadi alasan bagi seseorang untuk shalat di
masjid. Narasumber yang kedua mengatakan bahwa dirinya memang jarang sekali
untuk shalat di masjid. Selain alasan diatas, narasumber ini mengatakan bahwa alasan
dia tidak shalat di masjid karena setibanya dirumah dia sudah lelah dengan
aktifitasnya, sehingga terkadang rasa malaspun datang dan menghampirinya. Dia
pun merupakan salah satu orang yang hanya datang ke masjid ketika shalat jum`at
dan pada hari – hari besar islam saja. Menurutnya masjid yang berada tidak jauh
dari rumahnya tersebut merupakan masjid yang besar akan tetapi tampak terlihat
kotor dibeberapa area yang membuatnya sedikit tidak nyaman untuk dapat shalat
disana.
Sebagaimana yang
telah dikatakan weber dalam teori konstuktivisme nya bahwa , berbagai informasi
yang diperoleh individu dari luar bisa saja ditangkap oleh indera yang sama,
namun diorganisir dan dimaknai berbeda-beda oleh tiap individu, tergantung
pengetahuan dan pengalaman sebelumnya. Dalam penelitian ini terdapat makna
bahwa narasumber pertama tidak mempermasalahkan mengenai tempat ataupun kondisi
masjid tersebut bersih ataupun kotor karena menurutnya yang terpenting adalah
amal ibadahnya, yaitu dengan dia shalat berjama`ah di masjid maka dia akan
mendapatkan pahala yang jauh lebih besar. Berbeda halnya dengan narasumber yang
ke dua bahwa dia sangat mempermasalahkan mengenai tempat ataupun kondisi dari
masjid yang cukup kotor dan beraroma tidak sedap tersebut sehingga cukup dapat
membuatnya untuk mengurungkan niatnya pergi shalat berjama`ah di masjid.
4.5. Penyebab Majelis Ta`lim yang
Didominasi Oleh Ibu-Ibu.
Dalam penelitian kali ini, peneliti
telah mewawancarai 2 orang narasumber. Dimana narasumber yang pertama adalah
seorang wanita yang berusia 44 tahun dan narasumber yang kedua adalah seorang
pelajar SMA berusia 17 tahun. Wanita tersebut merupakan seorang yang ikut dalam
majelis ta`lim di daerah Pondok Cabe ilir, atau lebih tepatnya ia merupakan
anggota dari majelis ta`lim tersebut. Ia mengatakan bahwa majelis ta`lim
merupakan tempat baginya untuk mempelajari berbagai macam hal mengenai islam
dan kitab sucinya, selain itu majelis ta`lim merupakan tempat yang dapat
membuat hatinya senang dan damai karena selain dapat mempelajari hal tentang
islam, majelis ta`lim juga dapat membuatnya bertemu dengan teman – teman baru
yang berusia sama dengan nya secara keseluruhan. Peneliti telah menanyakan
kepada wanita tersebut mengenali mejelis ta`lim yang didominasi oleh ibu – ibu,
menurutnya salah satu faktor majelis ta`lim didominasi oleh ibu – ibu adalah
karena pemikiran seorang yang usianya sudah tidak muda lagi dan tenaganya pun
sudah tidak banyak lagi seperti hal nya ibu – ibu berbeda dengan seorang
remaja. Oleh karena itu sulit untuk menyatukan keduanya dimana para remaja kini
lebih aktif dan kreatif dalam tindakannya, maka dari itu terbentuklah sebuah
organisasi masjid yang keseluruhan adalah remaja atau disebut dengan Remaja Masjid.
Kemudian, narasumber yang ke dua yang merupakan pelajar sekaligus seorang yang
berpartisipasi dalam organisasi remaja masjid di daerah Pondok cabe ilir
tersebut juga mengemukakan pendapatnya mengenai majelis ta`lim yang kini
didominasi oleh kebanyakan ibu – ibu. Menurutnya, majelis ta`lim merupakan
tempat untuk belajar saja, baik itu belajar mengaji ataupun sebagainya dan
tanpa kegiatan lainnya, sehingga hal tersebut lebih dibutuhkan bagi seseorang
yang usianya sudah tidak muda lagi. Sedangkan bagi para remaja hal itu mungkin
akan membuatnya bosan, dan malas untuk pergi ke masjid. Jadi tidak heran kalau
para remaja tersebut lebih memutuskan untuk membuat organisasinya sendiri yaitu
remaja masjid. Dimana mereka dapat berpikir kreatif dan bertindak aktif dalam
organisasi yang di buatnya tersebut.
Sejalan
dengan teori konstruktivisme weber mengenai nilai atau keyakinan seperti
komitmen, dalam penelitian ini kita dapat menganalisiskan makna bahwa para
wanita tersebut atau katakanlah ibu – ibu tersebut telah mau mengikuti majelis
ta`lim tersebut dengan memegang komitmennya dimana majelis ta`lim merupakan
tempat untuk belajar serta berbagi cerita untuk mereka. Begitupun dengan para
remaja yang memaknai hal yang sama mengenai majelis ta`lim yang sampai saat ini
lebih didominasi oleh ibu – ibu.
5. Penutup
Berdasarkan
penelitian diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa style muslim kini memang
sudah mendapatkan perhatian dari seluruh masyarakat khususnya di Indonseia.
Banyak yang beranggapan bahwa hal itu merupakan sesuatu yang sangat baik bagi
islam kerena dapat membuat islam lebih dilihat dengan style nya yang beragam
dan indah sehingga tidak monoton dan membosankan. Tidak hanya dari pakaian atau
stylenya, islam sangat identik dengan kitab sucinya yaitu al – qur`an yang
memang belakangan ini sedikit terbelakang dibandingkan dengan lagu – lagu barat
yang ada. Khususnya para remaja yang beranggapan bahwa musik atau lagu tersebut
merupakan hobi sehingga berbeda halnya dengan mendengarkan ataupun membaca al –
qur`an yang membutuhkan konsentrasi dan kemampuan. Disamping itu, islam
memiliki tempat untuk pengikutnya melaksanakan ibadah yaitu masjid.
Masjid
kini sangat sepi akan jama`ahnya dikarenakan banyaknya aktifitas yang dimiliki
oleh masing – masing orang sehingga membuat mereka tidak dapat melaksanakan
shalat di masjid. Selain itu, masjid yang tidak terawat sehingga tampak
terlihat kotorpun menjadi alasan bagi jama`ah untuk mengurungkan niatnya shalat
di masjid. Tidak hanya untuk tempat beribadah, masjid pun merupakan tempat bagi
sebuah majelis ta`lim untuk berkumpul dan belajar mengenai islam bersama
meskipun secara keseluruhan anggota dari majelis ta`lim tersebut merupakan
seorang ibu – ibu. Mereka beranggapan bahwa pemikiran remaja dengan seorang ibu
– ibu tidak dapat digabungkan sehingga remaja memutuskan untuk membuat
organisasinya sendiri. Kemudian setelah itu, islampun mengajarkan pengikutnya
untuk beribadah mulai dari shalat wajib hingga shalat sunnah. Sebagian dari
mereka sudah dapat shalat wajib bahkan shalat sunnah namun sebagian lainnya
masih belum dapat shalat wajib secara keseluruhan dengan alasan terkadang rasa
malas yang menghampiri mereka.